Senin, 09 November 2015

Ruptur Uteri

DEFINISI
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan pada saat kehamilan atau persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Angka kejadian rupture uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka- angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara maju yaitu antara 1:1250 sampai 1:2000 persalinan. Angka kematian ibu akibat rupture uteri juga masih tinggi yaitu berkisar antara 17,9% sampai 62,6% sedangkan angka kematian anak pada rupture uteri berkisar antara 89,1% sampai 100%.[1]

KLASIFIKASI RUPTURE UTERI
a.       Rupture uteri inkomplit (subperitoneal)
Rupture uteri yang hanya dinding uterus yang robek sedangkan lapisan serosa (peritoneum)tetap utuh.
b.      Rupture uteri komplit (transperitoneal)
        Rupture uteri yang selain dinding uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat berada di rongga perut.
2.      Menurut kapan terjadinya
a.       Rupture uteri pada waktu kehamilan (rupture uteri gravidarum), rupture uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan oleh:
1). Bekas SC
2). Bekas enukleasi mioma uteri
3). Bekas kuretase/plasenta manual
3). Sepsis post partum
4). Hipoplasia uteri
b.      Rupture uteri pada waktu persalinan (rupture uteri intrapartum)
Rupture uteri pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/ turun yang dapat disebabkan oleh:
1). Versi ekstraksi
2). Ekstraksi forcep
3). Ekstraksi bahu
4). Manual plasenta
3.      Menurut etiologinya
a.       Rupture uteri spontan (non violent)
Rupture uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena beberapa penyebab yang menyebabkan persalinan tidak maju.
b.      Rupture uteri traumatika (violent)
Factor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan sebagai factor trauma pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya trauma pada abdomen.
c.       Rupture uteri jaringan parut
Rupture uteri yeng terjadi karena adanya locus minoris pada dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi, histeretomi, histerorafi dll.[1-3]
GEJALA
a.       Biasanya rupture uteri didahului oleh gejala-gejala rupture membakat, yaitu his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri hebat di perut bagian bawah nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan pernafasan cepat, cincin van bandl meninggi.
b.      Setelah terjadi rupture uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa keluar melalui vagina atau kedalam rongga perut), pucat, nadi cepat dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun pada palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung dibawah dinding perut, ada nyeri tekan dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi. Umumnya bayi sudah meninggi.
c.       Jika kejadian rupture uteri telah lama terjadi timbul gejala-gejala meteorismus dan di muscular sehingga sulit untuk dapat meraba janin.

PROGNOSIS
Rupture uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin.oleh karena itu tindakan pencegahan penting dilakukan. Setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami disosisa, kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea. Miomektomi dll, harus diawasi cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan.[4]
PENATALAKSANAAN DARI RUPTURE UTERI ADALAH:
1.      Perbaiki keadaan umum
a.       Atasi syok dengan pemberian cairan dan darah.
b.      Berikan antibiotika.
c.       Oksigen.
2.      Laparotomi
a.       Histerektomi
Histerektomi dilakukan jika:
1). Fungsi reproduksi ibu tidak diharapkan lagi.
2). Kondisi buruk yang membahayakan ibu
b.      Repair uterus (histerorafi)
Histerorafi dilakukan jika:
1). Masih mengharapkan fungsi reproduksinya
2). Kondisi klinis ibu stabil
3). Rupture tidak berkomplikasi.[5-7]
                          





REFERENSI:
[1] Soedigdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura uteri. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3,   Jakarta:Yayasan    Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2005.)
[2] Albar E. Ruptura Uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, saifudin AB, Rachimhadhi T, editor.Ilmu Bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta:yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo;2007.
[3] Syamsuddi K. Ruptura Uteri, Dalam: Pangebean W, Syamsuri K, editor. Bunga Rampai Obstetri. Palembang:Bagian Obstetri dan Ginekologi fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya;2004.
[4]Triana, Ani, dkk, 2012. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Ed.1, Cet.1, Yogyakarta:Deepublish, Januari 2015.
[5] Sweeten KM, Graves WK, Athanassiou A. Spontaneous Ruptur of the Unscarred Uterus. Am J Obstetri Gynecol.1995
[6] Ripley DL. Uterine emergencies:atony, inversion, and rupture. Obset Gynecol Clin North Am. 1999
[7] Husodo L. Pembedahan dengan laparotomi. Dalam: Prawihardjo S, Wiknjosastro H, Saifudin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi ke-5, Jakarta: Yayasan BIna Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010)
                          



Tidak ada komentar:

Posting Komentar